• logo nu online
Home Warta Berita Aktual Kabar Nahdliyin Khutbah Badan Otonom Bahtsul Masail Pesantren Ulama NU Opini
Jumat, 26 April 2024

Berita Aktual

Bedah Buku Pelajar Bergerak Warnai Konfercab PC IPNU Banyuwangi

Bedah Buku Pelajar Bergerak Warnai Konfercab PC IPNU Banyuwangi
Bedah Buku Pelajar Bergerak Karya Ayung Notonegoro (Foto:Wafa/NUOB)
Bedah Buku Pelajar Bergerak Karya Ayung Notonegoro (Foto:Wafa/NUOB)

Banyuwangi - NUOB

Perhelatan Konferensi Cabang (Konfercab) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Banyuwangi di PP. Nurut Taqwa, Songgon dimeriahkan dengan acara bedah buku Pelajar Bergerak, Sabtu (26/3/2022). Buku karya Ayung Notonegoro itu mengupas tentang sejarah badan otonom NU tersebut di Banyuwangi.

 

"Buku ini, kami dedikasikan untuk para senior-senior kita semua. Khususnya, yang telah mendahului kita menghadap Sang Kholiq," ujar Ayung pada sesi bedah buku itu.

 

Untuk menuntaskan buku tersebut, Ayung mengaku, membutuhkan waktu lebih dari lima tahun. Terhitung sejak 2016 dan baru rampung serta diterbitkan pada 2022 ini. "Kami sengaja melaunching pada saat momen konfercab ini. Agar apa yang tertulis di buku ini, bisa menjadi suri tauladan bagi kader-kader IPNU semua," ungkap penulis yang juga aktif di IPNU pada 2012-2018 itu.

 

Buku "Pelajar Bergerak: Fragmen Sejarah IPNU Banyuwangi" itu sendiri terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama mengulas tentang latar sosiologis kepelajaran yang merupakan agen aktif dalam derap sejarah bangsa dan latar belakang organisasi induknya, Nahdlatul Ulama, dengan segala kontestasi ideologisnya. "Dengan latar belakang demikianlah, IPNU terlahir dan eksis hingga hari ini," papar penulis buku Manunggaling NU Ujung Timur Jawa itu.

 

Dengan latar yang sama, IPNU di bumi Blambangan berdiri. Pada 1960, IPNU Cabang Banyuwangi berdiri. Setahun kemudian disusul IPNU Cabang Blambangan sebagai persiapan. "Bahkan, pada 1970, terdapat arsip yang menyebutkan bahwa di Banyuwangi secara bersamaan ada tiga Cabang IPNU. Selain Banyuwangi dan Blambangan, ada juga Cabang Rogojampi," papar Ayung.

 

Pemekaran cabang tersebut, jelas Ayung, dipicu karena luasnya geografis Banyuwangi, akses transportasi yang terbatas dan sumber daya yang juga limit. "Baru pada 1984, saat Pemerintah melakukan intervensi pada organisasi, ketiga cabang tersebut dilebur dalam satu kepengurusan," jelentreh founder Komunitas Pegon itu.

 

Sedangkan bagian ketiga, berisi sejumlah catatan reflektif atas berbagai kiprah IPNU Banyuwangi pada masa silam. Mulai hubungannya dengan Nahdlatul Ulama dan banom-banom NU yang lain, kiprah di dunia politik, kiprahnya di wilayah hingga pusat, serta identitas kepelajarannya.

 

Sementara itu, Lukman Hadi Abdillah, pembanding dalam bedah buku tersebut, mengapresiasi langkah Ayung dalam menulis buku itu. Menurutnya, menulis sejarah IPNU ini hukumnya Fardlu Kifayah. "Alhamdulillah, kifayah tersebut telah diwakili oleh Mas Ayung," ungkap Ketua PC IPNU Banyuwangi 2010-2012 itu.

 

Selain itu, Lukman juga berharap, buku yang belum tuntas itu, akan dilanjutkan dengan penulisan buku-buku selanjutnya oleh kader-kader yang lebih muda. "Ini harus menjadi rekomendasi konfercab untuk melanjutkan penulisan ini. Mumpung para pelakunya masih hidup," pesannya. (*)


Berita Aktual Terbaru