• logo nu online
Home Warta Berita Aktual Kabar Nahdliyin Khutbah Badan Otonom Bahtsul Masail Pesantren Ulama NU Opini
Sabtu, 20 April 2024

Opini

Warga NU

Megengan dan Punggahan, Tradisi yang Nyaris Punah

Megengan dan Punggahan, Tradisi yang Nyaris Punah
Umar Sugianto.M.Pd. Penulis adalah Ketua ranting NU Krajan desa Tembokrejo kecamatan Muncar Banyuwangi.
Umar Sugianto.M.Pd. Penulis adalah Ketua ranting NU Krajan desa Tembokrejo kecamatan Muncar Banyuwangi.

Tinggal menghitung detik, kita kedatangan tamu agung yakni bulan suci Ramadhan, bulan yang dinantikan seluruh umat Islam sedunia bagi yang mengerti tentang keutamaan bulan suci Ramadhan.

Dulu, sebagian besar warga Nahdlatul Ulama (NU) khususnya di tanah Jawa saat menjelang datangnya bulan suci Ramadhan ada tradisi yang baik yang dilakukan oleh warga Nahdliyyin, yakni megengan dan punggahan.

Megengan artinya menahan, menahan dari perasaan sombong, menahan dari perasaan paling benar sendiri, paling kaya sendiri, paling pandai sekali, karena sifat sifat itu memang dilarang oleh agama lebih lebih saat bulan suci Ramadhan, manusia dilarang untuk mengumbar hawa nafsunya diantaranya nafsu sombong, maka untuk mengingatkan nafsu-nafsu yang dilarang oleh agama diadakan tradisi megengan menjelang bulan suci ramadhan.

Sementara Punggahan artinya Unggah. yang maknanya naik, maksudnya setelah tradisi megengan ditingkatkan lagi tradisi punggahan agar keimanan kita tambah naik yang semula derajat keimanan kita satu menjadi dua derajat,sehingga saat puasa nanti kita mampu mengendalikan nafsu tidak makan dan tidak minum selama satu bulan juga mampu mengendalikan tingkat keimanan kita kepada Allah SWT.

Kegiatan megengan dan punggahan atau tradisi menjelang datangnya bulan suci Ramadhan, yang biasa dilakukan oleh para leluhur kita diantaranya pertama, membersihkan rumah, musholla, masjid, lingkungan dan pemakaman. Kedua, ziaroh kubur (nyekar di pesarean/makam) bersama keluarga dan anak cucu untuk mendoakan para leluhurnya dan ahli kuburnya.

Ketiga, shadaqah/selamatan baik yang dilakukan di rumah masing-masing dengan mengundang tetangga kanan kiri secara bergantian, juga ada selamatan yang dilakukan di masjid maupun musholla dengan membawa nasi ambeng atau nasi encek. Juga, ada selamatan yang khusus diantar ke saudara yang dianggap saudara tua atau orangtua /mertua dengan mengantar makanan dan kue-kue menggunakan wadah rantang yang setiap wadahnya di isi berbeda beda. Semuanya itu sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT atas kedatangan bulan suci Ramadhan serta mendoakan arwah para leluhur nya dengan memberikan sodaqoh makanan.

Keempat, kegiatan yang lain adalah mandi sunnah (mandi keramas) sehari sebelum puasa ada juga yang melakukan mandi sunnah malam satu Ramadhan usai sholat magrib sebelum sholat Isyak dan taraweh, dikandung maksud agar kita suci lahir dan batin saat puasa besok.

Selain itu, ada yang tidak boleh ditinggalkan saat Megengan dan punggahan yakni membuat kue Apem.
Apem berasal dari kata Afwan yang artinya maaf. Orang Jawa karena mungkin lidahnya kesulitan mengatakan Afwan maka untuk mempermudah keluarlah kata kata "Apem". Hingga sampai hari ini biar ada sebuah wujudnya dibuatlah kue apem sebagai simbol tanda minta maaf kepada sesama manusia dan permohonan ampun kepada Allah SWT.

Dengan demikian, kita sebagai generasi penerus marilah tradisi megengan dan punggahan yang baik dan tentu tidak melanggar syariat Islam ini kita lestarikan dan kita budayakan.

Oleh Umar Sugianto.M.Pd.
Penulis adalah Ketua ranting NU Krajan desa Tembokrejo kecamatan Muncar Banyuwangi.


Editor:

Opini Terbaru