• logo nu online
Home Warta Berita Aktual Kabar Nahdliyin Khutbah Badan Otonom Bahtsul Masail Pesantren Ulama NU Opini
Sabtu, 20 April 2024

Ulama NU

Maulid Nabi Identik dengan Berkatan, Begini Penjelasan Gus Muwafiq

Maulid Nabi Identik dengan Berkatan, Begini Penjelasan Gus Muwafiq
Gus Muwafiq saat memberikan ceramah secara online (Foto: Tangkapan Layar)
Gus Muwafiq saat memberikan ceramah secara online (Foto: Tangkapan Layar)

Banyuwangi, NUOB - Maulid Nabi Muhammad yang dilaksanakan luring oleh PemKab (Pemerintah Kabupaten) Banyuwangi di pendopo Sabha Swagata Blambangan menghadirkan KH. Ahmad Muwafiq sebagai penceramah. Ulama NU yang dulunya pernah menjabat sebagai asisten pribadi GusDur saat menjabat sebagai presiden RI ke-4 ini, menjelaskan terkait berkatan yang ramai  di bahas ketika syukuran khususnya ketika maulid Nabi. Senin (25/10/2021).

“Tradisi memperingati maulid bermacam-macam, baik di Indonesia maupun di negara-negara lain. contohnya Banyuwangi ada endog-endogan, di Jogja ada sekaten dan di Rusia ada gunungan buah yang tingginya bermeter-meter. Semuanya itu identik dengan makanan,” tutur Gus Muwafiq sapaan akrabnya.

Lebih lanjut, Gus Muwafiq memaparkan bagaimana istilah berkatan menjadi pro dan kontra di kalangan masyarakat saat ini yang menanyakan dalil berkatan, ternyata berkatan berasal dari kisah sahabat di zaman Rosulullah.
 

“Dahulu pada zaman sahabat, ada salah satu sahabat yang bertanya „apakah Rosulullaah  sedang berpuasa?‟ dan Rosulullah menjawab jika beliau selalu berpuasa di hari senin sebagai wujud syukur atas hari lahirnya. Sehingga para sahabat pulang dan menyuruh istri-istrinya  untuk memasak masakan yang enak-enak yang nantinya akan disuguhkan kepada Nabi Muhammad ketika berbuka puasa,” paparnya.

Maka sejak saat itulah setiap hari senin, mekkah dan madinah berbau roti dan daging yang dipersiapkan untuk Rosulullah berbuka puasa. Gus Muwafiq dalam ceramahnya mengatakan, Rosulullah tidak pernah menolak jika diberi makanan oleh sahabat .dan setiap mengambil makanan selalu di doakan „Allahumma Bariklana fima rozaktana waqina adzabannar‟. Jika ada sisa makanan tersebut, para sahabat membawa pulang untuk diberikan kepada keluarganya.

“Dari kisah sahabat inilah kita diajarkan sesuatu yang sangat mendasar tentang bagaimana bertabaruk terhadap doa-doa yang diajarkan. Kita mengharap keberkahan dari doa dan perayaan maulid Nabi melalui makanan-makanan yang sudah di doakan, sehingga makanan tersebut diistilahkan dengan nama berkatan,” tambah Gus Muwafiq.

Gus Muwafiq juga mengingatkan untuk membuat berkatan dengan makanan yang terbaik dan enak agar menggugah selera bagi siapa saja yang menerimanya. Sehingga makanan yang sudah di doakan tersebut tidak di buang dan mubadzir.

 

“Sebenarnya banyak sekali faedahnya dari adanya berkatan karena dengan adanya berkatan tidak hanya sebagai sarana tabaruk tetapi juga menjalankan siklus ekonomi dan sosial. Dalam ranah ekonomi menjadikan mekanisme pasar berjalan, sedangkan dalam ranah sosial akan terjadi hubungan kekeluargaan dan saling empati. Hal ini yang harus dibangun oleh para ulama agar tercipta islam rahmatal lil‟alamin,” pungkasnya.


Editor:

Ulama NU Terbaru